Makna Kalimat Laa Ilaaha Ilallah dan Konsekwensinya (bagian 3)

Di antara konsekwensi kalimat laa ilaaha illallah yaitu menerima syariat Allah dalam ibadah, muamalah, penghalalan, dan pengharaman dan menolak syariat selain-Nya.

Allah Ta'ala berfirman:

ام لهم شركآؤا شرعوا لهم من الدين مالم ياذن به الله

Apakah mereka memiliki tandingan-tandingan yang telah membuat syariat dari agama (berbuat syirik) yang tidak Allah ijinkan? (As syuuro:21).

Ayat ini menegaskan kewajiban menerima syariat Allah dalam ibadah, muamalah, dan memutuskan perselisihan antar indvidu dengan syariat-Nya, menolak peraturan-peraturan yang  palsu (bertentangan dengan syariat-Nya) serta menolak semua bid'ah di dalam agama dan khurofat yang dibuat dan dilariskan oleh syetan dari jenis jin dan manusia. 

Barang siapa menerima satu saja dari syariat selain Allah yang tidak sejalan dengan syariat-Nya, menerima satu bid'ah dan khurofat maka ia adalah seorang musyrik sebagaimana yang telah disebutkan dalam surat As syuuro ayat ke-21 tersebut.

Dalam ayat lain disebutkan:

وإن اطعتموهم إنكم لمشركون

"seandainya mereka menaati mereka sungguh kalian benar-benar sebagai orang-orang musyrik" (Al an'am:121).

Disebutkan juga dalam ayat lain:

إتخذوا احبارهم ورهبانهم اربابا من دو ن الله

"apakah mereka menjadikan para pendeta dan rahib sebagai tuhan-tuhan selain Allah?" (At taubah:31).

Dalam hadist sohih bahwa nabi shollallahu alaihi wasallam telah membacakan ayat ini di hadapan Adi bin Hatim At tho'i radiyallahu anhu

فقال يارسول الله، لسنا نعبدهم، قال:اليس يحلون لكم ما حرم الله فتحلونه، ويحرمون ما احل الله فتحرمونه؟ قال: بلى. قال النبي صلى الله عليه وسلم:فتلك عبادتهم

"maka berkata: wahai rasulullah, kami tidak beribadah kepada mereka (para pendeta atau rahib), nabi bertanya: apakah mereka menghalalkan apa yang sudah Allah haramkan lalu kalian juga ikut menghalalkannya dan mereka mengharamkan apa yang telah Allah halalkan dan kalian juga ikut mengharamkannya? Ia menjawab: benar ya rasulullah sholallahu alaihi wasallam, nabi berkata: maka yang demikian itu kalian telah menyembah mereka para pendeta atau rahib"
(HR Tirmidzi no.3095).

Para pendeta atau rahib adalah orang-orang yang berilmu di kalangan ahli kitab. Maka para da'i atau ustadz juga tidak boleh diperlakukan seperti dalam hadist di atas. Karena halal dan haram adalah hak prerogatif Allah. Mereka tidak berhak menghalalkan apa saja yang telah Alllah haramkan dan demikian juga sebaliknya.

Referensi:
Maknaa Laa ilaaha illallah, wa muqtadooha, wa atsaaruhaa fil fardi wal mujtama'i. Syaikh Prof.Dr. Soleh Al Fauzan.Hal 35-36

Pontianak, Rabu 10 Syawal 1441/ 3 Juni 2020

Akhukum Abu Aisyah Dodi Iskandar

No comments:

Post a Comment