Makna Kalimat Laa Ilaaha Ilallah dan Konsekwensinya (bagian 4)


Berkata Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah: maka menaati para tokoh agama (pendeta atau rahib) dalam perkara maksiat sama saja dengan menyembah selain Allah sebab telah menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah sebagai mana hal ini juga bisa terjadi pada umat Islam (menjadikan para da'i sebagai tuhan) dan ini adalah syirik akbar yang dapat menghilangkan tauhid sebagaimana yang ditunjukkan dalam kalimat laa ilaaha illallah. Maka jelaslah bahwa Kalimat ini adalah kalimat ikhlas yang menolak apa saja yang dapat meniadakan kandungan yang dimiliki oleh kalimat tersebut.

Oleh sebab itu wajib menolak berhukum dengan peraturan-peraturan yang dibuat manusia yang bertentangan dengan syariat Allah, wajib berhukum dengan kitabullah dan meninggalkan hukum selain-Nya.

Allah Ta'ala berfirman:

فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول

"maka jika kalian berselisih dalam suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya" (An nisaa:59).

Dalam ayat lain:

وما اختلفتم فيه من شيء فحكمه إلى الله

"dan apa yang kalian perselisihkan dalam sesuatu maka keputusannya kembali kepada Allah" (Asy syuuro:10).

Dan sungguh Allah Yang Maha Suci memberikan status hukum dengan kekafiran, kezoliman, dan kefasikan kepada orang yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan.

Pertama, keimanan dapat hilang dari seseorang yang berhukum dengan selain yang Allah turunkan yang bertentangan dengan hukum Allah itu sendiri, apabila ia mengganggap hal tersebut boleh atau menilai hukum buatan manusia itu lebih baik dari hukum Allah maka ini termasuk kekufuran dan kesyirikan yang dapat menghilangkan tauhid darinya dan benar-benar membatalkan kalimat laa ilaaha illallah yang telah diucapkannya. Artinya ia keluar dari islam.

Kedua, jika seseorang tidak menganggap boleh berhukum dengan buatan manusia (yang bertentangan dengan hukum Allah) dan hatinya masih meyakini bahwa berhukum dengan hukum Allah itu wajib, akan tetapi ia mengikuti hawa nafsunya sehingga ia berhukum dengan hukum buatan manusia dan hukum tersebut bertentangan dengan hukum Allah maka ia telah melakukan kekafiran asgor dan syirik asgor (kecil) serta berakibat merusak makna kalimat laa ilaaha illallah dan menggugurkan konsekwensinya. Dan tetap, kekafiran asgor dan syirik asgor adalah dosa yang paling besar dibawah syirik akbar namun pelakunya masih muslim.

Dengan demikian, maka kalimat laa ilaaha illallah merupakan manhaj (cara hidup bergama) yang menyeluruh, wajib kalimat ini dijadikan sebagai pedoman hidup bagi kaum muslimin dan sebagai patokan dalam semua ibadah dan perbuatannya.

Kalimat laa ilaaha illallah bukan semata-mata dzikir yang diucapkan pagi dan sore hari tanpa disertai pemahaman terhadap kandungan maknanya. 

Wajib setiap muslim untuk mempelajari maknanya, mengamalkan konsekwensinya dan berjalan di atas manhaj laa ilaaha illallah.

Jangan seperti kebanyakan manusia yang hanya sekedar mengucapkan laa ilaaha illallah dengan lisannya namun keyakinan di dalam hati dan perbuatannya bertentangan dengan kalimat ini.


Referensi:
Maknaa Laa ilaaha illallah, wa muqtadooha, wa atsaaruhaa fil fardi wal mujtama'i. Syaikh Prof.Dr. Soleh Al Fauzan.Hal 37-39

Pontianak, Rabu 10 Syawal 1441/ 3 Juni 2020

Akhukum Abu Aisyah Dodi Iskandar

No comments:

Post a Comment