Makna Kalimat Laa Ilaaha Ilallah dan Konsekwensinya (bagian 2)

Telah menjadi hal yang masyhur bahwa kaum kafir arab dahulu memiliki banyak keyakinan yang berbeda-beda. Mereka memahami bahwa sesungguhnya Allah itu adalah pencipta yang maha mampu mengadakan segala sesuatu, dan mengakui hal tersebut, dan sesungguhnya mereka merasa tidak menyembah selain Allah melainkan mereka hanya menjadikan selain Allah itu sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah sedekat-sekatnya dan tidak pernah mereka meyakini perantara tersebut mampu menciptakan dan memberi rezeki.

Inilah kekeliruan kaum kafir arab dahulu, menjadikan selain Allah sebagai perantara dalam mendekatkan diri mereka kepada Allah dianggap bukan menyembah, padahal jelas hal tersebut termasuk ibadah kepada selain Allah.

Adapun kelompok yang mengartikan laa ilaaha illallah  dimaknai tidak ada undang-undang kecuali milik Allah maka ketahuilah, undang-undang itu hanya satu bagian saja dari makna laa ilaaha illallah, dan bukan makna yang sebenarnya yang diinginkan. Belum dianggap cukup jika menjadikan syariat sebagai undang-undang dalam memutuskan peraturan, hukuman, menyelesaikan persengketaan selama masih ada praktek kesyirikan dalam ibadah.

Seandainya makna laa ilaaha illallah seperti yang dimaknai mereka para penyembah kubur dan kelompok yang mengartikan tidak ada undang-undang kecuali milik Allah tentu tidak akan ada perselisihan antara rasulullah sholallahu alaihi wasallam dengan kaum musyrikin, bahkan kaum musyirikan arab dulu akan segera menerima seruan Rasul jika nabi menerjemahkan laa ilaaha illallah kepada mereka dengan seruan: "wahai kalian akuilah bahwa sesungguhnya Allah itu zat yang maha kuasa dalam menciptakan segala sesuatu", atau dengan seruan: "wahai kalian akuilah bahwa Allah itu zat yang ada" atau dengan seruan lain : berhukumlah dengan syariat dalam putusan perkara darah, harta dan peraturan sementara nabi diam tidak menyinggung perkara ibadah, tentu kaum musrikin akan menyambut seruan beliau dengan cepat tanpa perlawanan.

Faktanya, kaum musyirikn arab, mereka manusia yang ahli bahasa arab dan paham jika diseru untuk mengucapkan laa ilaaha illallah itu artinya mereka diajak untuk mengakui bahwa ibadah mereka kepada berhala itu merupakan kebatilan, mereka tahu kalimat ini bukan sekedar ucapan tanpa makna, karena mereka paham kemudian berpaling dan membalas seruan nabi dengan kalimat: "apakah dia muhammad menjadikan sesembahan yang banyak ini menjadi sesembahan yang satu, sungguh ini adalah seruan yang benar-benar aneh" (Shod:5).

Sama seperti dalam ayat lain Allah kabarkan kaum musyirikin.

إنهم كانوا إذا قيل لهم لآ اله الا الله يستكبرون، ويقولن أنا لتاركوا ءالهتنا لشاعر مجنون

"Sesungguhnya mereka kaum musyrikin dahulu tatkala dikatakan kepada mereka laa ilaaha illallah maka mereka menyombongkan diri (menolak untuk mengucapkannya), dan mereka mengatakan: apakah kita benar-benar meninggalkan sesembahan-sesembahan kami hanya karena penyair gila" (Ash shofaat:35-36).

Kaum musyrikin arab, mereka mengetahui bahwa kalimat laa ilaaha illallah memiliki konsekwensi yaitu meninggalkan sesembahan kepada selain Allah dan mengesakan semua ibadah hanya kepada Allah saja.

Seandainya mereka mengucapkan laa ilaaha illallah dan tetap masih menyembah berhala tentunya mereka telah melakukan hal yang berlawanan dan mereka masih menganggap hal tersebut sebagai sikap yang hina (dianggap plin plan). Anehnya para penyembah kubur di zaman sekarang  justru tidak menganggap rendah sikap kontradiksi tersebut. Sehingga tanpa keberatan masih mengucapkan laa ilaaha illallah sementara di sisi yang mereka melakukan hal yang berlawanan dengan kalimat tersebut yaitu mereka beribadah kepada para mayat, mendekatkan diri kepada makam dengan beragam ibadah maka tentunya mereka ini menjadi manusia yang hina, sebab sekakiber abu jahal dan abu lahab saja lebih mengetahui makna laa ilaaha illallah sehingga mereka merasa berat dan tidak mau mengucapkan kalimat tersebut.

Kesimpulan dari penjabaran di atas, orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah disertai mengilmui maknanya, mempraktekan konsekwensinya secara lahir dan batin dengan menolak kesyirikan dan menetapkan semua ibadah kepada Allah saja dengan keyakinan kuat terhadap kandungan kalimat tersebut maka ia muslim yang sejati.

Barang siapa yang mengucapkan kalimat tersebut dan mempraktekannya secara lahiriah saja tanpa meyakini kandungannya maka ia munafik.

Dan orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dengan lisan dan melakukan amalan yang berlawanan dengan kalimat tersebut dengan melakukan kesyirikan maka ia adalah musyrik yang mutanaakid (plin plan dan terhina).

Maka wajib dalam mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah disertai dengan ilmunya karena hal itu dapat menjadi sarana agar dapat mengamalkan konsekwensinya.

Allah Ta'ala berfirman:

إلا من شهد بالحق وهم يعلمون

"melainkan orang yang mengakui kebenaran (tauhid) itu adalah mereka yang berilmu" (Az zuhruf:86).

Mengamalkan konsekwensi kalimat laa ilaaha illallah artinya yaitu beribadah kepada Allah dan mengingkari peribadahan kepada selain-Nya dan inilah tujuan akhir dari kalimat ini.

Referensi:
Maknaa Laa ilaaha illallah, wa muqtadooha, wa atsaaruhaa fil fardi wal mujtama'i. Syaikh Prof.Dr. Soleh Al Fauzan.Hal 32-38

Pontianak, Senin 8 Syawal 1441/ 1 Juni 2020

Akhukum Abu Aisyah Dodi Iskandar

No comments:

Post a Comment