Banyak diantara saudara kita kaum Muslimin yang bertanya, bagaimana sebenarnya pandangan Islam mengenai bulan Muharrom atau bulan Suro itu ? Kata banyak orang, bulan ini sering dianggap bulan yang mendatangkan kesialan, benarkah yang seperti itu?
Ketahuilah wahai saudaraku….
Sebenarnya, dalam agama Islam, bulan Muharrom atau bulan Suro (menurut istilah orang Jawa), ini termasuk salah satu bulan diantara empat bulan yang digelari dengan Asy-hurul Hurum (bulan-bulan suci), karena di dalam bulan ini dilarang melakukan kedzoliman, apapun bentuknya. Bahkan pada masa bangsa Arab jahiliyyah dulu, bulan-bulan tersebut sudah dianggap sebagai bulan-bulan suci yang tidak boleh ternoda oleh pertikaian, pertumpahan darah dan berbagai kedzoliman lainnya.
Lalu Islam datang dan menetapkannya sebagai syari’at, sebagaimana dinyatakan oleh Alloh ta’ala dalam firman-Nya (yang artinya) :
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (٣٦)
Empat bulan suci yang tersebut dalam ayat di atas adalah sebagaimana dijelaskan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya sebagai berikut :
“Sesungguhnya waktu itu berputar seperti asalnya di waktu Alloh menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan, diantaranya ada empat bulan cuci, tiga secara berturut-turut adalah Dzulqo’dzah, Dzulhijjah dan Muharrom, serta Rojab-nya Bani Mudhor, yang terletak diantara Jumadil Akhir dan Sya’ban.”
(HR Imam Al-Bukhori no. 3025, 4144 dan 7009, Imam Muslim no. 1679)
Imam Al-Qurthubi rohimahuloh berkata :
“Alloh Azza wa Jalla mengkhususkan penyebutan empat bulan suci ini dengan larangan berbuat dholim, (adalah) sebagai penghormatan bagi bulan-bulan tersebut, meskipun kedholiman itu sendiri dilarang di setiap zaman/waktu.”
(Tafsir Al-Qurthubi, 7/87)
Dan yang paling utama diantara keempat bulan itu adalah Bulan Muharrom, sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri rohimahulloh.
Menurut Al-Imam As-Sakhowi rohimahulloh, bulan Muharrom disebut demikian karena dia adalah bulan yang disucikan (dari pertumpahan darah dan segala bentuk kedzoliman).
Sedangkan Al-Imam Ibnu Katsir rohimahulloh berpendapat, bahwa Muharrom disebut/dinamai demikian adalah sebagai penegasan akan keharaman (perbuatan dholim di bulan itu), karena orang-orang arab ( di masa jahiliyyah) suka merubah-rubahnya, setahun (kadang) mereka menghalalkannya, tetapi setahun berikutnya mereka mengharamkannya.”
(Tafsir Ibnu Katsir, 2/339)
Demikianlah. Maka dari dalil-dalil dan penjelasan tersebut di atas menunjukkan keutamaan bulan Muharrom sebagai salah satu bulan yang dimuliakan dalam Islam.
Akan tetapi sangat disayangkan, sebagian kaum muslimin, terutama dalam mitos masyarakat jawa (kejawen), Bulan Muharrom atau yang mereka namakan Bulan Suro dianggap sebagai bulan yang sial atau na-as, sehingga mereka tidak mau mengadakan acara-acara hajatan di bulan ini, seperti pernikahan, khitanan dan sebagainya, karena takut terkena sial atau musibah dan sebagainya.
Ketahulah wahai saudaraku kaum Muslimin…..
Keyakinan dan mitos semacam ini merupakan khurofat yang harus dijauhi setiap muslim.
Karena sesungguhnya meyakini adanya hari, bulan atau tahun sial, merupakan *bentuk celaan terhadap masa/waktu yang diciptakan Alloh ta’ala, sedangkan mencela sesuatu yang diciptakan Alloh sama saja dengan mencela Alloh yang menciptakannya.
Hal ini adalah haram, sebagaimana dijelaskan dalam sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam :
“Janganlah kamu mencela dahr (waktu/masa), karena Alloh itulah (pencipta) dahr.”
(HR Imam Muslim no. 2246).
Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan, bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, Alloh ta’ala berfirman :
“Anak-anak Adam (yakni manusia) mencela dahr (masa/waktu), padahal Aku adalah (Sang Pencipta) dahr tersebut. Di tangan-Ku (perputaran/pergantian) malam dan siang itu.”
(HR Imam Al-Bukhori no. 5827)
Selain itu, keyakinan adanya kesialan merupakan bentuk thiyaroh atau tasya’um (menganggap sial sesuatu) yang dilarang oleh Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, karena hal itu adalah kesyirikan yang biasa dilakukan oleh orang-orang musyrikin jahiliyyah sebelum datangnya Islam.
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
“Thiyaroh itu adalah kesyirikan (beliau mengulang-ulang kalimat ini tiga kali), dan tidak ada seorang pun dari kita melainkan (dia pernah melakukan thiyaroh), akan tetapi Alloh subhanahu wa ta’ala akan menghilangkannya dengan (cara) bertawakkal (kepada-Nya).”
(HR Imam Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad, dari Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu)
Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar rohimahulloh dalam Fathul Bari (10/213), lafadz yang terakhir (yakni yang kami beri huruf tebal, edt.), adalah tambahan perkataan dari Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu)
Jadi kesimpulannya : bulan Muharrom adalah adalah bulan yang mulia dalam agama Islam, dan bukan bulan yang mendatangkan kesialan atau marabahaya.
Sehingga tidak boleh ada alasan bagi seseorang untuk tidak mau mengadakan acara-acara hajatan atau apapun, karena takut kesialan yang ada pada bulan ini.
Bahkan di bulan ini disyari’atkan bagi kita kaum muslimin untuk melakukan beberapa amalan yang disunnahkan.
Apa saja amalan itu ? Insya Alloh rinciannya akan kita bahas pada materi pembahasan fawaid yang selanjutnya.
Semoga yang sedikit ini bermanfaat bagi kita semuanya, Allohu yubaarik fiikum.
Wallohu a’lamu bis showab.
Surabaya, Selasa pagi yg sejuk, 3 Muharrom 1441 H / 3 September 2019 M
Akhukum fillah, Abu Abdirrohman Yoyok WN Sby
No comments:
Post a Comment