Rambutmu adalah Mahkotamu

Sebuah Untaian Nasehat Untuk Para Wanita :
“RAMBUTMU ADALAH MAHKOTAMU, MAKA JAGALAH....”

Saudariku muslimah rohimakumulloh...

Ketahuilah, rambut itu adalah salah satu dari sekian banyak nikmat yang telah diberikan oleh Alloh Azza wa Jalla kepada para hamba-Nya.

Dan rambut itu adalah salah satu tanda kecantikan dan kebagusan seseorang. Bila seseorang tidak mempunyai rambut, maka ini adalah tanda kekurangan dan aib (cacat) yang ada padanya.

Hal ini sebagaimana ditunjukkan dalam sebuah hadits yang panjang, yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhori dan Al-Imam Muslim dalam shohih keduanya, tentang kisah tiga orang dari Bani Isroil yang mendapat ujian dari Alloh Ta’ala.

Mereka itu adalah orang yang mempunyai penyakit Abros (belang pada kulit), Aqro’ (botak kepalanya), dan A’ma (buta matanya).

Kemudian Alloh menguji mereka, dengan mengutus kepada mereka seorang Malaikat, selanjutnya dalam hadits itu dikisahkan :

“…. Malaikat itupun mendatangi orang yang botak kepalanya, dan berkata kepadanya : “Apa yang paling kamu sukai ?” Dia menjawab : “Rambut yang bagus, dan hilangnya penyakit ini (yakni botak) dariku, sungguh orang-orang merendahkan/mengolok-olok aku karenanya.”

Lalu malaikat tersebut mengusap kepalanya kemudian dia pun pergi, lalu diberikan kepada orang tersebut rambut yang bagus…”

Intinya, hadits tersebut di atas menunjukkan pada kita, bahwa setiap orang sangat menginginkan untuk mempunyai rambut yang indah dan bagus.

Karena itu pula, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk memuliakan rambut, membersihkannya dan menyisirnya.

Beliau pernah bersabda :

من كان له شعر فليكرمه

“Barangsiapa mempunyai rambut, maka hendaknya dia memuliakannya.” (HR Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya, dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani rohimahulloh dalam As-Shohihah no. 500)

Meskipun demikian, hendaknya kita jangan menjadikan kesibukan kita untuk mengurusi rambut itu menjadikan kita lalai dari urusan agama kita yang lebih penting.

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

لا يغتسل الرجل من فضل امرأته و لا تغتسل بفضله, و لا يبول في مغتسلة, و لا يمتشط في كل يوم

“Janganlah seorang laki-laki mandi dari (air) sisa istrinya, dan jangan pula istrinya mandi dari (air) sisa suaminya. Dan janganlah dia kencing di tempat pemandiannya (yakni di kolam yang airnya tenang/diam, yang tidak mengalir, edt.). Dan janganlah dia menyisir rambutnya setiap hari.”

(HR Imam Ahmad dalam Musnad-nya, dishohihkan oleh Syaikh Muqbil  bin Hadi Al-Wadi’i rohimahulloh dalam As-Shohihul Musnad no. 2833)

Inti pembahasan kita dari hadits ini adalah pada lafadz : “Dan janganlah dia menyisir rambutnya setiap hari.” 

Hal ini menunjukkan, dibencinya (dimakruhkannya) menyisir rambut setiap hari.

Tentang hal ini, Al-Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh dalam kitabnya Tahdzibus Sunan menjelaskan :

“Sesungguhnya seorang hamba diperintahkan untuk memuliakan rambutnya, tetapi dilarang untuk berlebih-lebihan dan (dilarang menjadikan rambut itu sebagai perkara) yang menambah-nambah kemewahan dan kesenangan (dirinya).

Maka (boleh) memuliakan rambut itu, tetapi jangan menjadikan sebagai kemewahan dan kesenangan yang melalaikannya, dan hendaknya dia menyisirnya berselang-seling harinya (yakni tidak setiap hari, edt.).

Inilah perkara yang lebih utama, untuk menggabungkan dua hadits yang ada, wa billaahit taufiq.”

(lihat juga Hasyiyah Aunil Ma’bud, 11/147)

Al-Imam Ibnu Batthol rohimahulloh juga menjelaskan :

“At-Tarjiil, yaitu menyisir rambut kepala dan jenggot dan memberikan minyak (wangi) kepadanya, dan ini termasuk kebersihan. Dan syari’at agama ini mensunnahkan hal ini.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ   

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid….” (QS Al-A’rof : 31)

Adapun hadits larangan dari menyisir rambut (setiap hari) kecuali bila diselang-selingi harinya (yakni tidak setiap hari), maka yang dimaksud dengannya adalah *tidak berlebih-lebihan dalam bermewah-mewah dengannya (yakni keterlaluan dalam merawat rambut hingga melalaikannya dari perkara yang lebih penting dan lebih utama, edt.).

Abu Umamah bin Tsa’labah meriwayatkan hadits secara marfu’ :

البذاذة من الإيمان

“Kekotoran/kelusuhan itu termasuk keimanan.” (HR Imam Abu Dawud dalam Sunannya, sanadnya shohih)

[selesai penukilan dari beliau/Al-Imam Ibnu Batthol rohimahulloh].”

Tentang hadits tersebut di atas, Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolani rohimahulloh berkata :

“Hadits ini shohih, diriwayatkan oleh Abu Dawud. Adapun makna Al-Badzadzah, yaitu keadaan yang telah lusuh/usang.

Yang dimaksud dengan hadits itu disini adalah : “Tidak bermewah-mewah dan memberat-beratkan diri dalam berpakaian, serta tawadhu’ di dalamnya, padahal dia mempunyai kemampuan untuk itu. Hal itu dilakukan bukan karena untuk menentang /mengingkari nikmat Alloh.”

(Fathul Bari Syarh Shohih Al-Bukhori, hadits no. 5926)

Jadi, memuliakan rambut dengan merawatnya, membersihkannya, menyisirnya dengan rapi dan sebagainya adalah boleh, asalkan jangan berlebih-lebihan, sebagaimana hal ini banyak dilakukan oleh para wanita kafir atau muslimah yang fasiqoh.

Mereka menjadikan rambutnya sebagai obyek perawatan yang menyibukkan dan membuang waktu serta harta yang sangat banyak, demi untuk menjaga penampilan diri.

Karena itu, para wanita khususnya, boleh saja anda semua menjaga dan merawat mahkota berharga yang anda punya itu (yakni rambut), tetapi jangan berlebih-lebihan padanya.

Dan berikut ini, akan kami sampaikan pula beberapa adab yang harus diperhatikan oleh para wanita khususnya,  terkait masalah rambutnya.

Adab Menyisir Rambut :

Ketika anda menyisir rambut, mulailah dari yang sebelah kanan, kemudian barulah yang sebelah kiri. Inilah Sunnah Nabi kita shollallohu ‘alaihi wa sallam.

Dalam hadits Aisyah rodhiyallohu ‘anha, diceritakan oleh beliau :

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يعجبه التيمن في تنعله و ترجله و طهوره و في شأنه كله

“Bahwasannya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam itu senang/menyukai untuk mendahulukan yang sebelah kanan, baik dalam hal memakai sandal, menyisir rambut, berthoharoh (bersuci), dan pada semua keadaannya.”

(HR Imam Al-Bukhori no. 168 dan Imam Muslim no. 268)

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolani rohimahulloh berkata :

“Mendahulukan yang sebelah kanan ketika menyisir rambut, yaitu memulai dari sisi sebelah kanan, dan melakukannya dengan tangan kanannya.”

(Fathul Bari, no. hadits 5926)

Adab Mencukur dan Memendekkan Rambut :

Adapun mencukur rambut (yakni menipiskannya atau menggundulinya), maka hal ini dilarang bagi wanita.

Al-Imam Abu Dawud rohimahulloh telah meriwayatkan hadits dalam Sunan-nya (5/458) dengan sanad yang shohih, sebuah hadits dari Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma, bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ليس على النساء الحلق, إنما على النساء التقصير

“Yang diwajibkan (dibolehkan) atas wanita itu bukanlah mencukur (menipiskan atau menggunduli rambutnya, edt.), tetapi hanyalah memendekkannya (yakni, boleh memendekkan bila rambutnya terlalu panjang dan merepotkannya, edt.).”

(Hadits ini dishohihkan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rohimahulloh dalam Al-Jami’us Shohih, no. 1403) 

Ya, yang dibolehkan bagi wanita hanyalah memendekkan rambutnya bila terlalu panjang.

Adapun mencukurnya, adalah dilarang dengan larangan yang keras.

Tetapi hal ini dibolehkan bila dalam keadaan-keadaan tertentu yang dhorurat.

Hal ini sebagaimana difatwakan oleh Lajnah Ad-Daimah (Panitia/Lembaga Tetap untuk urusan fatwa Kerajaan Saudi Arabia), ketika ditanya hukum mencukur rambut bagi wanita, mereka menyatakan :

“Tidak boleh bagi wanita untuk mencukur rambutnya, kecuali karena dhorurat.”

(Fatawa Lajnah Ad-Daimah, 5/196)

Memendekkan atau memotong rambut yang terlalu panjang bagi wanita dibolehkan, berdasarkan sebuah hadits dari Abu Salamah bin Abdirrohman, dia bercerita :

و كان أزواج النبي صلى الله عليه و سلم يأخذن من رؤوسهن حتى تكون كالوفرة

“Para istri Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam dahulu, mereka mengambil (memotong) rambut kepala mereka, hingga lebih panjang sedikit dari kedua bahunya.”

(HR Imam Muslim no. 320)

Al-Imam An-Nawawi rohimahulloh berkata :

“Al-Wafroh, yaitu lebih penuh dan lebih banyak dari Al-Lammah, dan Al-Lammah itu artinya rambut yang terkumpul pada kedua bahunya. Demikian dikatakan oleh Al-Ashma’i.”

Al-Imam Al-Qodhi ‘Iyyadh rohimahulloh juga berkata :

"Yang ma’ruf (dikenal) adalah bahwa para wanita Arab mereka biasa mengambil (memotong) bagian depan dan jambul rambut mereka. Boleh jadi (mungkin) para istri Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan hal itu setelah wafatnya beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam, karena mereka tidak membutuhkan lagi untuk berhias, dan mencukupkan diri (tidak membutuhkan) dari memanjangkan rambut mereka, dan untuk meringankan kesulitan (yang ditimbulkan) oleh rambut kepala mereka itu.”

Al-Imam An-Nawawi melanjutkan penjelasannya :

“Itulah yang disebutkan oleh Al-Qodhi ‘Iyyadh tentang keadaan mereka, yang mana mereka melakukan hal itu setelah wafatnya Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, bukan ketika di masa hidupnya Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam.

Demikian pula pendapat yang lainnya, dan mereka memastikan hal tersebut (yakni hal itu terjadi setelah wafatnya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, edt.).

Hal ini menunjukkan atas bolehnya bagi wanita untuk meringankan (memotong sedikit) dari rambut kepala mereka. Wallohu a’lam.”

(Syarh Shohih Muslim, 3/229)   

Demikianlah kita cukupkan sementara pembahasan ini.

Sebenarnya masih ada yang perlu disampaikan, khususnya tentang fatwa para ulama masa kini tentang hukum mencukur rambut atau memotong/memendekkannya. Tetapi insya Alloh pembahasan di at as sudah mencukupi,  wallohu a'lamu bis showab .

Semoga yg sedikit ini bermanfaat....

Surabaya, Senin pagi yg sejuk, 25 Dzulhijjah 1440 H / 26 Agustus 2019 M

Akhukum fillah, Abu Abdirrohman Yoyok WN S

No comments:

Post a Comment