Kalimat Laa ilaa ha illallah


Kalimat لااله الا الله
            Kalimat tauhid ini sedang hangat diperbincangkan di media publik. Namun bukan untuk membahas tentang bendera bertuliskan kalimat tauhid yang telah dibakar oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Melainkan membahas cara memahami kalimat yang mulia ini dengan benar. Kalimat laa ilaaha illallah adalah kalimat yang sangat mulia, ringan di lisan dan berat di timbangan. Beratnya kartu (bitoqoh) yang bertuliskan kalimat ini mampu mengalahkan beratnya 99 dokumen kejahatan seorang hamba yang bertauhid, yang mana satu catatan jaraknya sejauh mata memandang, sehingga dengan sebab tauhid yang dimiliki seseorang dapat menghapuskan dosa yang begitu banyaknya [1].

            Bahkan nikmat yang terbesar di dunia ini bagi seorang hamba adalah ia diberikan ilmu oleh oleh tentang kalimat tersebut, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Uyainah rahimahullah:

ماانعم الله على عبد من العباطد نعمة أعظم من أن عرفهم لا اله الا الله, وإن لا اله الاالله لأهل الجنة كالماء البارد لأهل الدنيا

"nikmat Allah terbesar yang diterima oleh seorang hamba yaitu diberikan ilmu tentang kalimat laa ilaaha illallah, karena kalimat tersebut milik penduduk surga seperti seperti air yang dibutuhkan oleh penduduk dunia" [1]. 

            Kalimat laa ilaaha illallah memiliki beberapa sinonim. Diantaranya:

a)      Kalimat Ikhlas
Dinamakan kalimat ikhlas karena kalimat ini menolak syirik kepada Allah dan menetapkan seluruh ibadah hanya kepada Allah azza wajal. Disebut kalimat ikhlas karena mengikhlaskan tauhid, mengikhlaskan ibadah, dan menjauhi perbuatan syirik kepada Allah [2]. 

b)      Kalimat Takwa
Disebut kalimat takwa karena terdapat dalam sebuah ayat:

إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيماً

"Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" (Al Fath:26).

Kalimat takwa disebut Kalimat laa ilaaha illallah karena kalimat tersebut menjaga orang dari api neraka disebabkan telah mengucapkannya ikhlas karena Allah. Kalimat tersebut menuntut amal kebaikan (mengucapkan dengan ikhlas). Sebab takwa adalah amal kabaikan dan ketaatan dan kalimat takwa adalah kalimat yang menuntut seluruh amal kebaikan dan ketataan [2].   

c)      Kalimat Al Urwatul Al wusqoo
 Sinonim lainnya yaitu Al Urwatul Al wusqoo karena terdapat dalam ayat:

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (Al Baqoroh:256).

Kalimat "ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah"  ini adalah makna kalimat "laa ilaaha illallah". Perinciannya yaitu, "ingkar kepada Thaghut" semakna dengan "laa ilaaha" dan  "beriman kepada Allah" selaras dengan "illallah" [2]. 

d)     Kalimat Al Faarriqotu bainal kufri wal Islam.
Kalimat laa ilaaha illallah memiliki persamaan kata yang lain yaitu  Al Faarriqotu bainal kufri wal Islam. Sebab barang siapa yang mengucapkan "laa ilaaha illallah" diserta dengan memahami maknanya, dan mengamalkan konsekwensinya maka dia telah menjadi seorang muslim. Sebaliknya, barang siapa yang enggan, atau mengucapkan tanpa mengetahui makna dan mengamalkannya maka dia masih kafir [2]. 

            Namun demikian, kalimat yang mulia ini banyak yang gagal faham dalam menafsirkannya. Berikut rangkuman dari penjelasan para ulama mengenai beberapa kesalahan dari kelompok-kelompok ahlu bid'ah (kelompok 1 sd. 4) dalam menafsirkan kalimat laa ilaaha illallah, sehingga impelementasinya pun tidak sesuai dengan Alquran dan Hadist sebagaimana yang dipahami oleh para shahabat Nabi. Diantaranya:

  1. Tafsir Ahli Wihdatul Wujud
Ahli wihdatul wujud dicetuskan oleh tokoh mayornya yaitu Ibnu Arobi dan diikuti oleh para pengikutnya (follower). Kelompok ini mengatakan bahwa makna laa ilaaha illallah yaitu:

لامعبود الا الله
"tidak ada sesembahan kecuali Allah"

atau dengan redaksi lain yang juga masih serumpun yaitu:

لااله موجود الا الله
"tidak ada sesembahan yang ada kecuali Allah"

            Penafsiran seperti itu berkonsekwensi bahwa seluruh sesembahan di dunia ini adalah Allah. Karena menurut pendapat kelompok ini bahwa sesungguhnya yang ada (wujud) itu tidak bisa dibagi menjadi pencipta dan makhluk, semuanya yang ada di dunia ini adalah Allah. Mereka meyakini bahwa yang ada di alam semesta ini menyatu dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Meskipun ada manusia yang menyembah sesuatu selain Allah maka menurut keyakinan mereka itu sama saja menyembah Allah. Sampai-sampai jika ada yang menyembah sapi, patung, batu, manusia dan malaikat sekalipun semuanya dianggap telah menyembah Allah, karena berdasarkan opini mereka bahwa semua yang ada adalah perwujudan Allah secara mutlak. Disebutkan bahwa:

والذي يقول:إن الوجود ينقسم إلى قسمين إلى خالق و مخلوق, يقولون عنه:إن هذا مشرك فلا يكون موحدا

"orang yang menyatakan bahwa yang ada di alam semesta ini terbagi menjadi dua yaitu pencipta dan makhluk maka menurut mereka orang tersebut seorang yang musyrik dan bukan orang yang bertauhid" 

            Penafsiran bahwa seluruh sesembahan yang ada di dunia ini yang menjadi objek sesembahan oleh manusia adalah Allah jelas bertabrakan dengan firman Allah Ta'ala:

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
"yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru (sembah) selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar" (Al Hajj:62) [2].

            Jelas dan gamblang bahwa seluruh sesembahan selain Allah adalah batil. Selain Allah semuanya adalah makhluk. Allah berbeda dengan makhluk-Nya (ciptaan-Nya). Zat Allah tidak menyatu dengan ciptaan-Nya. Allah bersemayam (istiwa) di atas arsy. Bahkan bersemayamnya Allah di atas arsy disebutkan sebanyak 7 kali dalam Alquran salah satunya yaitu:

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
"Arrahman (Allah) bersemayam di atas arsy" (Toha:5)

Dan juga berdasarkan lisan nabi yang mulia:

إن الله لما قضى الخلق كتب عنده فوق عرشه إن رحمتي سبقت غضبي

"Sesungguhnya tatkala Allah menetapkan makhluk, Allah mencatat disisi-Nya diatas Asry-Nya dan berkata sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku" (HR Bukhari) [3]

            Bahkan Imam Abdul Qadir Al Jiilani rahimahullah menyatakan :
وقد روي عن أم سلمة زوج النبي في قوله عز وجل :الرحمن على العرش استوى, قالت:الكيف غير معقول, والإستواء غيرمجهول, والإقرار به واجب, والجحود به كفر

"dan sungguh telah diriwayatkan dari Ummu Salamah istri Nabi Sholallahu alaihi wasallam mengenai ayat Allah Arrahman beristiwa (bersemayam) diatas Arsy, beliau Istri Nabi berkata: menanyakan bagaimana istiwanya Allah tidak dapat dimengerti oleh akal, Istiwa Allah itu tidak diketahui seperti apa tata caranya, menetapkan Istiwa Allah adalah wajib, dan mengingkarinya kafir" [4]. Yang mengherankan adalah mayoritas orang-orang yang memiliki hobi tahlilan yasinan dan suka menyebut nama beliau dalam ritual tersebut banyak menolak Allah beristiwa diatas arsy. Sungguh hal ini bertolak belakang dengan keyakinan Syaikh Abdul Qodir sendiri.

  1. Tafsir Ulama Kalam (filsafat teologi)
            Kelompok ini menafsirkan kalimat laa ilaaha illallah dengan kalimat:

لاقادر على الإختراع والخلق والإيجاد إلا الله

"tidak ada yang kuasa mengadakan, menciptakan, dan mewujudkan kecuali Allah"

Penafsiran seperti ini juga keliru karena menafsirkan dengan cara demikian juga telah dilakukan oleh orang-orang musyrik di zaman Nabi. Penafsiran seperti ini senada dengan ungkapan orang-orang musyrik yang diperangi oleh Rasulullah sholawatullah wasalamu alaihi. Diantaranya:

لايقدر على الخلق الا الله, لا يحيي الاالله, لا يميت الا الله, لا يرزق الا الله

"tidak ada yang kuasa menciptakan kecuali Allah, tidak ada yang mampu menghidupkan kecuali Allah, tidak ada yang mampu mematikan kecuali Allah dan tidak ada yang mampu memberi rezeki kecuali Allah "

            Ungkapan ini adalah penafsiran dari kaum musyrikin yang mana pengakuan mereka ini tidak menyebabkan masuk ke dalam Islam dan tidak menjadikan mereka menjadi muslim serta tetap diperangi oleh Rasulullah Sholallahu Alaihi Wasallam. Penafsiran seperti ini tidak jauh berbeda dengan keimanan Abu Jahal dan Abu Lahab (yang telah divonis kafir dan masuk neraka), karena keduanya saat ditanya siapa yang mampu menciptakan, menghidupkan, mematikan dan memberi rezeki maka keduanya menjawab Allah [5].

  1. Tafsir Jahmiyah dan Mu'tazilah
            Siapa saja yang membaca karya-karya dari kelompok Jahmiyah dan Mu'tazilah tentang penafsiran kalimat laa ilaha illallah maka akan ditemukan bahwa kelompok ini menolak nama-nama dan sifat-sifat Allah. Bagi mereka, menetapkan nama dan sifat Allah menyebabkan menjadi seorang yang musyrik. Tauhid menurut mereka yaitu menolak nama-nama dan sifat-sifat Allah. Diantaranya mereka menolak Allah berbicara dengan Nabi Musa Alaihi Sholatu Wasallam

 وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيماً

"Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung" (An Nisaa:164).

Penolakan mereka ini berkonsekwensi merubah bacaan Alquran menjadi lafadz Allah dibaca fathah pada huruf terakhirnya sehingga artinya berubah menjadi "Dan Musa telah berbicara kepada Allah dengan langsung".[6]

  1. Tafsir Hizbiyyin dan Ikhwanul Muslimin
            Kelompok ini menafsirkan kalimat laa ilaaha illallah dengan ungkapan:
لاحاكمية الا الله
"tidak ada hukum kecuali Allah"

Hukum merupakan satu jenis bagian saja dari makna laa ilaaha illallah. Makna ilaha mencakup seluruh jenis ibadah. Berhukum dengan hukum Allah hanya satu bagian saja dari jenis ibadah, dan makna ini mempersempit dari makna ilaha dan penafsiran seperti ini juga keliru. Penafsiran seperti ini akan menimbulkan banyak pertanyaan yang tidak bisa dijawab, seperti ibadah-ibadah lainnya seperti sholat, puasa, zakat dan yang lainnya mana. Penafsiran seperti ini mengeliminasi penolakan kepada segala bentuk kesyirikan [2]. 

  1. Tafsir Ahlussunnah Wal Jama'ah
            Penafsiran yang benar yang sesuai dengan Alquran dan hadist sesuai pemahaman para shahabat yaitu :
لامعبود بحق الا الله
"tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah" 

            Sesembahan selain Allah itu banyak dan nyata, kita tidak memungkiri eksistensinya namun semuanya tidak berhak untuk disembah. Yang berhak disembah hanya satu yaitu Allah saja. Hal ini sesuai dengan Surat Al Hajj ayat ke 62.

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ

"yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru (sembah) selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar". [2]

            Demikianlah paparan mengenai tafsir kalimat laa ilaaha illallah semoga menambah keimanan kita amin dan dapat diamalkan sesuai dengan penafsiran yang benar.


[1]. Al Fauzan, Soleh. (1433). Makna Laa ilaaha Illallah. Hal 18-22.
[2]. Al Fauzan, Soleh. (1433). Syarah Tafsir Kalimat Tauhid. Hal 6-23.
[3]. Utsaimin, Muhammad bin Soleh. (1415). Syarah Lu'matul I'tiqod. Hal 61-62
[4].Umar, Muhammad Kholid. (1416). Al Gunyatu Li Tholibii Thoroqil Haq Abdul Qadir Bin      Musa Bin Abdullah Al Jiilani. Hal 86-87
[5] Al Fauzan, Soleh. (Tanpa Tahun). Syarah Qowaid Arba'. Hal 18-19
[6]. Tanpa Nama (1427). Su'ila An Rojulin Innalloha lam yukalilm Musa Takliima. dari             https://ar.islamway.net/fatwa/16758



Pontianak, 6 Rabiul Awwal 1440 H/ 15 November 2018 M

Hamba Yang Sangat Membutuhkan Ampunan-Nya
Abu Aisyah Dodi Iskandar, S.Si, M.Pd (Alumni Mahad MUBK 2012-2013, Alumni Mahad Ilmi YPIA 2013-2014)
Dosen Politeknik Negeri Pontianak   

No comments:

Post a Comment