Kitab Thoharoh (Bag. 6)


اَلْمَسْأَلَةُ الْخَامِسَةُ:حُكْمُ اْلمَاءِ الْمُسْتَعْمَلِ فِي الطَّهَارَةِ

masalah yang kelima :

Hukum air yang telah digunakan untuk bersuci atau hukum air bekas bersuci digunakan untuk bersuci, hukum air musta'mal, air yang sudah digunakan, saya berwudu saya memasukkan tangan ke bejana setelah selesai sisa air dalam bejana boleh tidak digunakan untuk berwudu atau tidak, atau saya mandi mengambil dari ember, terkadang saya mandi ada air yang terjatuh dari badan saya ke dalam ember bagaimana hukumnya?

: اَلْمَاءُ الْمُسْتَعْمَلُ فِي الطَّهَارَةِ كَالْمَاءِ الْمُنْفَصِلِ عَنْ أَعْضَاءِ الْمُتَوَضِّئِ وَاْلمُتَغَسِّلِ

air yang telah digunakan dalam bersuci seperti air yang terpisah dari anggota-anggota orang yang berwudu atau orang yang mandi atau sisa air atau yang berjatuhan dari tubuhnya lalu terkumpul apa hukum menggunakan air tersebut?apakah tetap dihukumi air tersebut suci dan mensucikan atau bagaimana atau tidak lagi mensucikan?

 -طَاهِرٌ مُطَهِّرٌ لِغَيْرِهِ على الصحيح 

air yang talh digunakan itu selama tidak erjadi perubahan karena najis suci dan menscuikan lainya menurut pendapat yang paling kuat

 ,يرفعُ الحدثَ وَيُزِيْلُ النَّجَسَ

bisa mengangkat hadas dan menghilangkan najis

, مَادَامَ أَنَّهُ لَمْ يَتَغَيَّرْ مِنْهُ أَحَدُ الْأَوْصَافِ الثَّلَاثَةِ : الرائحةُ والطعمُ واللونُ

selama tidak terjadi perubahan pada salah satu dari 3 sifat air baunya, rasanya dan warnanya selama  tidak terjadi perubahan salah satu dari 3 sifat ini disebabkan karena bercampur dengan najis tetap dihukumi suci dan mensucikan

. وَدَلِيْلُ طَهَارَتِهِ

dalil yang menunjukkan sucinya air yang telah digunakan

: أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا تَوَضَّأَكَادُوْ يَقْتَتَلُوْنَ عَلَى وَضُوْئِهِ

bahwa nabi apabila selesai berwudu maka mereka para sahabat saling berebutan untuk mendapatkan bekas air wudu rasululloh SAWW, berarti suci dan mensucikan (HR Bukhari no 189)

وَلِأَنَّهُ صلى الله عليه وسلم صَبَّ عَلَى جَابِرٍ مِنْ وَضُوْئِهِ إِذَا كَانَ مَرِيْضًا أخرجه البخارى برقم 5651
1616ومسلم برقم 

dan demikian pula rasululloh SAWW beliau pernah menuangkan air kepada jaabir dari bekas air wudu beliau ketika jaabir dalam keadaan sakit (HR Bukhari no 5651 dan Muslim no 1616).

وَلَوْكَانَ نَجِسًا لَمْ يَجُزْ فِعْلُ ذَلِكَ 

kalau seandainya itu najis tentu tidak boleh melakukan hal itu ternyata tetap dipakai untuk bersuci lagi, namun dalam masalah barokah ini merupakan kekhususan nabi kita saja khusus kyai kita nabi muhammad SAWW, tidak boleh kita mencari barokah bekas air wudu kyai lain. Murid-murid sahabat yang dijamin masuk surga tidak ada para tabiin yang berniat mencari barokah menggunakan air wudu para sahabat. kalau sekedar menggunakan air yang sudah dipakai bersifat umum siapa saja boleh.

,وَلِأَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَأَصْحَابَهُ وَنِسَاءَهُ كَانُوْا يَتَوَضَّؤُوْنَ فِي الْأَقْدَاحِ وَالْأَتْوَارِ  جمع من تور

dan karena nabi Sholallohu alaihi wasallam berserta para sahabat dan juga para wanitanya adalah mereka berwudu di bejana-bejana, bejana-bejana untuk minum/sejenis gelas mereka berwudu dari tempat yang sama, yang satu menggunakan yang lain juga menggunakan, menunjukkan air tersebut air bekas,

 وَيَغْتَسِلُوْنَ فِي الْجِفَانِ 

dan mereka mandi pada baskom-baskom besar yang mereka mandi di tempat tersebut

وَمِثْلُ هَذَالاَيَسْلَمُ مِنْ رَشَاشٍ

dan yang seperti ini, ketika mereka mandi ketika mereka berwudu tentu tidak selamat dari percikan air

 يَقَعُ فِي الْمَاءِ مِنَ الْمُسْتَعْمِلِ

yang terdapat pada air tersebut, dari orang yang menggunakannya, ketika mengambil air tentu jatuh ke tempat air yang digunakan, bekas air wudunya juga digunakan oleh orang lain, yang juga berwudu dst. sehingga ini menunjukkan mereka tidak mempermasalahkan bekas-bekas wudu yang berjatuhan ditempat-tempat tersebut dan tetap menganggap apa yang mereka lakukan dari wudu dan mandi adalah sah,

 ,وَلِقَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم لِأَبِيْ هريرةَ وَقَدْ كَانَ جُنُبًا: إِنَّ الْمُؤْمِنَ لاَيَنْجُسُ 

dan berdasarkan sabda nabi SAWW kepada Abu hurairoh dan abu hurairoh dalam keadaan junub sesungguhnya mukmin itu tidak najis (HR Muslim no 371)

وَاِذَاكَانَ كَذَلِكَ فَإِنَّ الْمَاءَ لاَ يُفْقِدُ طَهُوْرِيَتَهُ بِمُجَرَّدٍ مُمَاسَتِهِ لَهُ

dan apabila keadaan nya demikian maka air tersebut tidaklah menghilangkan kesuciannya dengan hanya sekedar bersentuhannya dengan yang lain, sehingga ketika ada air air tersebut ada sebagian yang merupakan bekas penggunaan bersuci yang lain yang demikian tidaklah memudorotkan, intinya hukum menggunakan air musta'mal (air bekas wudu/mandi) digunakan lagi untuk bersuci tidaklah mengapa, selama masih terlihat itu air dan tidak terdapat tanda-tanda terjadinya perubahan pada salah satu dari 3 sifat yang disebabkan karena najis, dan ini merupakan pendapat yang paling sohih dalam permasalahan ini bahkan al imam as syaukani rohimahulloh dalam naiul autor

  وقد عرفت بما سلف أن هذه المسألة أعني خروج المستعمَل عن الطهورية مبنية على شفا جرف هار‏ 

engkau telah mengetahui bahwa permasalahan ini yaitu hukum keluarnya air yang telah digunakan dari kesuciannya ini dibangun diatas pinggira jurang (artinya tidak dibangun diatas landasan yang kokoh), artinya pendapat yang menyatakan bahwa air musta'mal itu tidak bisa digunakan bersandar kepada dalil yang sangat lemah

Kota Baru Ujung, Ahad  19 Rajab  1438 H/ 16 April 2017
Abu Aisyah (Dodi Iskandar, S.Si, M.Pd)

Referensi:
Fikhul Muyassar Fii Daui Kitabi Wasunnah. Prof Dr Abdul Aziz MAbruk Al-Ahmadi, Prof. Dr. Abdul Karim Bin Shunaitan Al-Amri, Prof Dr Abdullah Bin Fahd Asy-Syarif dan Prof Dr Faihan Bin Syali Al-Muthairi. Majmu'ul malik Fahd

No comments:

Post a Comment