Hukum Meninggalkan Shalat (Bagian 1)

حُكْمُ تَارِكِ الصَّلاَةِ
Hukum Meninggalkan Sholat
(Fatwa Syaikh Bin Baz Rahimahullah)

تَارِكُ الصَّلاَةِ عَلىَ حَالَيْنِ: إِحْدَاهُمَا: أَنْ يَتْرُكَ الصَّلاَةَ مَعَ الْجُحْدِ لِلْوُجُوْبِ، فَيَرَى أَنَّهَا غَيْرُ وَاجِبَةٍ عَلَيْهِ وَهُوَ مُكَلَّفٌ، فَهَذَا يَكُوْنُ كَافِراً كُفْراً أَكْبَرَ بِإِجْمَاعِ أَهْلِ الْعِلْمِ، فَمَنْ جَحَدَ وُجُوْبَهَا كُفْرٌ بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِيْن

Meninggalkan Sholat Wajib ada dua keadaan:

Keadaan Pertama
meninggalkan disertai dengan mengingkari kewajibannya sehingga menganggap sholat itu tidak wajib atas dirinya sedangkan dia seorang mukalaf (sudah terbebani kewajiban syariat) maka dia dihukumi kafir karena kekufuran yang besar berdasarkan kesepakatan seluruh ulama, maka siapa saja yang mengingkari kewajiban sholat fardu maka dia kafir berdasarkan kesepakatan kaum muslimin

 وَهَكَذَا مَنْ جَحَدَ وُجُوْبَ الزَّكَاةِ، أَوْ جَحَدَ وُجُوْبَ صَوْمَ رَمَضَانِ مِنَ الْمُكَلَّفِيْنَ، أَوْ جَحَدَ وُجُوْبَ الْحَجِّ مَعَ الْاِسْتَطَاعَةِ، أَوْ جَحَدَ تَحْرِيْمِ الزِّنَا، وَقاَلَ: إِنَّهُ حَلاَلٌ، أَوْ جَحَدَ تَحْرِيْمَ الْخَمْرِ، وَقَالَ: إِنَّهُ حَلاَلٌ، أَوْ جَحَدَ تَحْرِيْمَ الرِّبَا، وَقَالَ: إِنَّهُ حَلاَلٌ. كُلُّ هَؤُلَاءِ يَكْفُرُوْنَ بِإجْمَاعِ الْمُسْلِمِيْنَ.

dan begitu juga siapa saja mengingkari wajibnya zakat, atau mengingkari wajibnya puasa ramadan sedangkan dia termasuk bagian dari mukalaf atau mengingkari wajibnya ibadah haji sedangkan dia telah mampu atau mengingkari haramnya zina dan dia mengatakan bahwa zina itu halal, atau dia mengingkari haramnya minuman memabukan (khomer) dan mengatakan khomer itu halal, atau mengingkari haramnya riba dan mengatakan riba itu halal, maka semuanya ini termasuk jatuh dalam kekafiran (keluar dari Islam) berdasarkan konsensus kaum muslimin

اَلْحَالَةُ الثَّاِنيَةُ: مَنْ تَرَكَهَا تَهَاوُناً وَكَسْلاً وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهَا وَاجِبَةٌ، فَهَذَا فِيْهِ خِلَافٌ بَيْنَ أَهْلِ اْلعِلْمِ، فَمِنْهُمْ مَنْ كَفَّرَهُ كُفْراً أَكْبَرَ. وَقَالَ: إِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ مِلَّةِ اْلإِسْلاَمِ وَيَكُوْن مُرْتَدًّا

Keadaan Kedua
siapa saja yang meninggalkan karena meremehkan dan malas sedangkan dia tahu bahwa sholat fardu itu wajib hukumnya maka terdapat perrselisihan di kalangan para ulama.

Pendapat pertama, sebagian dari mereka mengkafirkannya dengan sebab kekafiran yang besar (kufur akbar) dan mereka menyatakan bahwa orang tersebut keluar dari Islam dan berstatus murtad.

، كَمَنْ جَحَدَ وُجُوْبَهَا فَإِنَّهُ لاَ يُغْسَلُ وَلَا يُصَلَّى عَلَيْهِ إِذَا مَاتَ، وَلاَ يُدْفَنُ مَعَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَلاَ يَرِثُهُ اَلْمُسْلِمُوْنَ مِنْ أَقَارِبِهِ؛ لِقَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم فِيْ الْحَدِيْثِ الصَّحِيْحِ

hukumnya seperti orang yang mengingkari kewajiban sholat. Dia tidak dimandikan, tidak disholatkan jika dia mati dan tidak dikuburkan di pemakaman kaum muslimin. Kerabatnya yang muslim tidak bisa mewarisinya berdasarkan sabda nabi dalm hadist-hadist sohih berikut:

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الْكُفْرِ وَالشِّرْكِ تَرْكُ الصَّلاَةِ رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَهَذَا صَرِيْحٌ مِنْهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتَكْفِيْرِهِ

"Pemisah seseorang antara kekafiran dan kesyirikan terletak pada perbuatan meninggalkan sholat" hadist dikeluarkan Imam Muslim dan ini telah jelas dari Nabi sholallohu alaihi wa sallam tentang kekafirannya (1)

وَالْكُفْرُ وَالشِّرْكُ إِذَا أُطْلِقَ بِالتَّعْرِيْفِ هُوَ الْكُفْرُ وَالشِّرْكُ اْلأَكْبَرُ. وَقَالَ عليه الصلاة والسلام: ((اَلْعَهْدُ اَلَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ اَلصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ)) خَرَجَهُ اْلِإمَامُ أَحْمَدُ، وَأَهْلُ السُّنَنِ الْأَرْبَعَةِ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ عَنْ بُرَيْدَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَ، مَعَ أَحَادِيْثَ أُخْرَى جَاءَتْ ِفي اْلبَابِ.

Kekafiran dan kesyirikan jika dimutlakan maka pengertiannya adalah kafir dan syirik besar. Nabi sholallohu alaihi wa sallam bersabda: perjanjian antara kami dan mereka yaitu sholat maka siapa saja yang meninggalkannya sungguh dia telah kafir hadist dikeluarkan Imam Ahmad, Ahli sunan yang empat dengan sanad sahih dari Buraidah semoga Allah meridoinya dan juga hadist-hadist lain yang telah ada dalam babnya (2)

وَقَالَ آخِرُوْنَ مِنْ أَهْلِ اْلعِلْمِ: إِنَّهُ لَا يَكْفُرُ بِذَلِكَ كُفْراً أَكْبَرَ بَلْ هُوَ كُفْرٌ أَصْغَرُ؛ لِأَنَّهُ مُوَحِّدٌ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُؤْمِنُ بِأَنَّهَا فَرِيْضَةٌ عَلَيْهِ

Pendapat kedua
sebagian dari para ulama belakangan berpendapat bahwa meninggalkan sholat karena meremehkan dan malas tidak dihukumi kafir dengan kafir besar akan tetapi dihukumi kafir kecil karena orang tersebut masih muwahid (orang yang mentauhidkan Allah) bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya dan orang tersebut meyakini bahwa sholat itu wajib.

 وَجَعَلُوْهَا كَالزَّكَاةِ وَالصِّيَامِ وَالْحَجِّ لاَ يَكْفُرُ مَنْ تَرَكَهَا إِنَّمَا هُوَ عَاصٍ، وَقَدْ أَتَى جَرِيْمَةً عَظِيْمَةً وَلَكِنَّهُ لاَ يَكْفُرَ بِذَلِكَ الْكُفْرِ اْلأَكْبَرِ

Sebagian para ulama akhir juga menyamakan hukumnya saat orang tersebut meninggalkan zakat dan haji, hukumnya tidak kafir disebabkan meninggalkannya akan tetapi dia dihukumi sebagai pelaku maksiat

وَالصَّوَابُ اَلْقَوْلُ الْأَوَّلُ؛ لِأَنَّ الصَّلاَةَ لَهَا شَأْنٌ عَظِيْمٌ، غَيْرُ شَأْنِ الزَّكَاةِ وَالصِّيَامِ وَاْلحَجِّ. وَهِيَ أَعْظَمُ مِنَ الزَّكَاةِ وَالصِّيَامِ وَالْحَجِّ.

Yang benar yaitu pendapat yang pertama (meninggalkan sholat karena meremehkan dan malas hukumnya kafir besar keluar dari Islam), karena sholat merupakan perkara yang besar berbeda dengan zakat, puasa, dan haji.

bersambung InsyaAllah....

Kota Baru, 28 Desember 2016
sumber:
https://www.binbaz.org.sa/fatawa/4361
(1) HR Muslim dalam kitab Al Iman No 82

(2) HR Imam Ahmad, Musnad Imam Ahmad no 22428

No comments:

Post a Comment