Ilmu Fiqih bersumber dari Al-Qur'an al-Karim, Sunnah yang suci, Ijma
dan Qiyas. Perintah untuk berpegang dengan Al-Qur'an al-Karim dan Sunnah nabi
diantaranya ada dalam surat an-Nisaa’
ayat ke-59. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul, dan juga ulil amri
di antara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang sesuatu maka
kembalikanlah kepada Allah dan rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada
Allah dan hari akhir.” (QS. an-Nisaa’: 59). Maimun bin Mihran
berkata, “Kembali
kepada Allah yakni kembali kepada Al-Qur'an. Adapun kembali kepada rasul yaitu
kembali kepada beliau di saat masih hidup atau kembali kepada Sunnahnya setelah
beliau wafat” (lihat ad-Difa’ ‘anis Sunnah, hal. 14).
Ijma sebagai sumber
fikih jika di dalam Al-uran dan Sunnah Nabi tidak dijumpai. Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Ustaimin memberikan definisi ijma secara bahasa yaitu ketetapan (العزم) dan kesepakatan (الإتفاق). Adapun secara istilah, ijma adalah
kesepakatan para mujtahid ummat Islam
ini setelah wafatnya Nabi dalam permasalahan hukum syariat
(https://islamqa.info).
Qiyas merupakan sumber fikih terakhir
jika setelah tidak ditemukan pada Al-Qur'an al-Karim, Sunnah Rasul dan Ijma. Qiyas
dapat dilakukan oleh seorang mujtahid. Qiyas yaitu suatu praktik penyamaan
hukum antara sesuatu yang disebutkan hukumnya secara gamblang dalam agama
dengan suatu yang tidak dijelaskan hukumnya dalam agama Penyamaan hukum ini dilakukan karena ada
kesamaan dalam penyebab hukum (العلة)
(https://almanhaj.or.id).
No comments:
Post a Comment